Keteguhan Iman

Update : 27 / Desember / 2006
Edisi 14 Th. 2-2005M/1426H
Saat itu, saya sedang menemui beberapa tamu yang bersilaturrahmi ke rumah. Telpon berdering, ketika saya angkat, dari seberang yang terdengar adalah isak tangis wanita yang mengabarkan bahwa pembantu wanitanya yang baru saja kerja dua hari, tewas tersengat listrik. Ringkas kata sohibul Musibah, yang kebetulan adalah sahabat dekat istri saya, minta agar saya bisa mewakilinya memberitakan kabar duka ini kepada keluarga almarhumah, di sebuah desa selatan Semarang. Kepercayaan itu saya terima meski berat, karena terbayang apa yang akan terjadi nanti jika saya mendatangi kedua orang tua almarhumah. Dengan kabar sedih ini, pasti kiamat sughro, dan segala kemungkinan buruk bisa terjadi. Bisa saja saya jadi sasaran kemarahan mereka, jika mereka tidak menerima akan keadaan yang menimpa putrinya. Al hasil saya berangkat, dan segera menemui keluarga almarhumah, dengan sebelumnya mengajak Lurah setempat mendampingi saya untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Sesampainya di sana, dengan bahasa yang telah saya persiapkan, kejadian sedih itu saya sampaikan. Setelah “makalah” saya bacakan dihadapan keluarga almarhumah, isak tangis kesedihan berkumandang, dari mulai ibu, bapak sampai kerabat almarhumah yang ikut menemui saya, tapi itu tidak berlangsung lama, karena semua tangis itu dihentikan oleh suara lirih sang ayah : ”…nduk…oo alah kowe wis tekan janjimu…yo wis tak dongakno kowe nduk…iki kabeh kersane gusti Allah…aku lilo…ibumu yo lilo…” kata terakhir diucapkan sambil sang bapak merangkul istrinya, ibu almarhumah, keduanya berpelukan, dan sang ibu dengan suara yang memilukan berucap”…mogo-mugo kowe di ngapuro yo nduk…, kabeh kersane gusti Allah, ibu lilo nduk…” Demi ketika mendapati keduanya setegar itu menerima kabar duka kematian putrinya, yang baru dua hari berangkat ke kota, saya tak kuasa menahan tangis, sesenggukan saya menangis, air mata membasahi baju dan sarung saya ;” Gusti .. telah kau anugrahkan keteguhan iman bagi hamba-Mu ini, Ia begitu ridlo dan sabar serta menerima terhadap apa yang menjadi keputusan-MU. Kemiskinan hidup yang melilit tak membuat hati mereka tertutup. Lama pikiran saya terbang, mengandaikan diri saya yang kadang dipanggil tuk memberikan mauidzah, apakah saya juga punya keteguhan iman seperti itu?, Malu saya kepada mereka, saya telah salah duga, malu saya kepada-MU ya Allah”. Di hati saya seperti ada bisikan, inilah hasil didikan para wali, rata-rata orang di Jawa punya rasa nrimo ing pandum, lego lilo dan sabar serta tawakkal. Bukankah ini buah dari tasawuf? bukankah semua itu esensi ajaran semua tarekat?. Ya di Indonesia khususnya di Jawa para Wali, Ulama, Ustad dan Kyai, menyebarkan ajaran Islam dengan nuansa tasawuf yang kental. Orang memang bisa mengeritik dengan berbagai alasan, tapi jelas model itu telah melahirkan orang-orang yang saleh batinnya, yang melek hatinya, dan yang santun sifatnya, serta meyakini, hidup dan kehidupan ini semuanya bersumber dari Gusti Allah. Bukankah sikap demikian itu essensi dari kitab- kitab kuno yang hingga sekarang masih dipakai IHYA ULUMIDDIN, Bidayatul Hidayah, Al HIKAM dan sebagainya?, dan bahkan essensi dari Al-Quran dan Assunah itu sendiri? Dengan konstruksi batin seperti itu, guncangan sebesar apapun dalam kehidupan, bahkan sepuluh kali Tsunami sekalipun, tak akan membuat hidup dan kehidupan mereka goyah. Karenanya takkala orang masih menerima ajaran itu, tak pernah kita dengar ada demo-demo karena ketidakpuasan, tak pernah ada bunuh diri, perampokan, pemerkosaan dan sebagainya. Namun zaman telah berubah, agama hanya dirasakan kulitnya, isinya tak lagi dilihat apalagi dinikmati. Banyak hal-hal aneh muncul dalam tingkah laku bangsa ini, bahkan setanpun heran menyaksikan kepinteran manusia dalam menyembunyikan perilaku bejatnya dibalik kesalehan lahirnya.

Silakan mengutip dengan mencantumkan nama almihrab.com

2 Tanggapan so far »

  1. 2

    It’s not my first time to pay a visit this website, i am browsing this
    website dailly and take good information from here every day.


Comment RSS · TrackBack URI

Tinggalkan komentar