Archive for April, 2008

Pemindahan Tempat Haji Tak Sah

  • Gus Mus: Tak Sesuai Alquran

SALATIGA– Sah tidaknya perubahan pelaksanaan ibadah haji, mulai tahun ini, masih menjadi perdebatan di kalangan kiai dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) di Indonesia.

Menurut KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, perubahan itu perlu diteliti lebih lanjut, apakah sekadar bergeser atau berpindah tempat.
”Jika berpindah sudah pasti tidak sesuai dengan di Alquran dan kitab fiqih, tetapi jika hanya diperlebar atau diperluas itu tetap sah,” kata Rais Syuriah PB NU itu saat menjadi narasumber dalam Munadhoroh KBIH Regional Jateng di Ponpes Edi Mancoro, Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Selasa (15/4).

Tidak Sah

Jika berpindah tempat membuat ibadah haji tidak sah, karena tidak sesuai dengan rukun haji. Namun jika tempatnya hanya diperlebar dan tetap di antara kedua bukit tersebut, ibadah haji tetap sah.

Sebagaimana diketahui pemerintah Arab Saudi, mulai tahun ini, akan mengubah sejumlah tempat ibadan haji. Salah satunya perubahan masa atau tempat bersai dipindah 30 meter dari posisi semula dan tidak adanya tumpukan batu-batu, baik di Sofa dan Marwah.

Item ini sangat penting, mengingat baik di dalam Alquran, Sunnah Rasul maupun kitab Fiqih menyebutkan pelaksanaan sai dilaksanakan di bukit Sofa dan Marwah dan termasuk dalam rukun haji. Kedua turut berubah adalah tidak adanya lagi Marma atau tugu pada Jamarat (tempat melempar jumrah) yang diganti dengan jidar atau tembok.

Kemudian Mabit Mina pada tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah, ternyata sebagian besar jamaah haji Indonesia masih berada di Muzdalifah.

Masalah mabit atau tempat bermalam, dia berharap agar pemerintah RI melobi Kerajaan Arab Saudi sehingga jamaah haji Indonesia mendapat keistimewaan agar dekat dengan jamarat, mengingat jumlah jamaah asal Indonesia paling banyak dan orangnya kecil-kecil fisiknya.(bsn,H2-77)

16 April 2008 http://www.suaramerdeka.com

Comments (8) »

MUI Belum Keluarkan Fatwa


 Jakarta-RoL– Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin mengatakan, MUI hingga kini belum mengeluarkan fatwa mengenai rencana perpindahan sejumlah situs tempat pelaksanaan rukun dan wajib haji. Sampai saat ini, papar Kiai Ma’ruf, MUI belum menerima informasi dan laporan dari Departemen Agama mengenai rencana pemerintah Arab Saudi yang juga akan memperluas Shofa dan Marwa.

“Kami belum menerima informasi perluasan dan perubahan seperti apa yang akan dilakukan. Sampai saat ini kami belum menerima laporan dari Depag,” papar Kiai Ma’ruf kepada Republika. Menurut dia, MUI akan membahas masalah itu melalui Komisi Fatwa setelah Depag memberi laporan dan meminta MUI untuk membuat fatwa. “Untuk memutuskan masalah seperti ini, MUI akan membahasnya melalui forum komunikasi fatwa.”

Menurut Kiai Ma’ruf, MUI juga perlu melihat langsung rencana perubahan itu ke Tanah Suci Makkah. Hal itu diperlukan agar perubahan yang direncanakan Pemerintah Arab Saudi itu bisa dilihat secara langsung. Setelah itu, pengurus harian dan komisi fatwa MUI akan membahas dan mengkajinya untuk melahirkan fatwa. pur

Selasa, 15 April 2008  21:40:00  http://www.republika.co.id
Laporan: Heri Ruslan

Comments (1) »

150 Ulama Bahas Pemindahan Tempat Rukun Haji

  • Sai yang semula dilakukan antara bukit Shafa dan Marwah dipindah ke Jabal Qubais dan Qararah.

SEMARANG–Sekitar 150 ulama akan membahas keabsahan ibadah haji menyusul pemindahan beberapa tempat pelaksanaan rukun haji yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi. Hasil ijmak ulama ini akan dijadikan panduan untuk menenangkan umat Islam yang khawatir ibadah hajinya tidak sah karena tidak melaksanakan wajib atau rukun haji pada tempat yang telah ditetapkan.

Pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, K.H. Mahfudz Ridwan, dalam keterangan tertulis pada Ahad (13/4) menyatakan pembahasan itu akan dipandu Rais Syuriah PBNU/Pengasuh Pondok Pesantren Roudlotut Tholibin Rembang, KH A Mustofa Bisri, dan Pengasuh Pondok Pesantren API Tegalrejo Magelang, KH Abdurrohman Chudlori.

Beberapa tempat rukun dan wajib haji yang dipindah, antara lain tempat melontar jumrah di Mina, tempat mabit (menginap) di Mina yang sekarang bergeser ke Muzdalifah, dan tempat sai yang semula di antara Bukit Shafa dan Marwah menjadi antara Jabal Abu Qubais dan Qararah. Pergeseran tempat sai ini dilakukan bersamaan dengan perluasan areal Masjidil Haram.

Perubahan tersebut, menurut Mahfudz, pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan dari umat Islam, terutama mengenai sah dan tidaknya pelaksanaan ibadah haji yang akan mereka jalani. Berdasarkan pemahaman hukum fikih, apabila seseorang tidak dapat melaksanakan salah satu rukun haji, secara keseluruhan ibadah hajinya batal alias tidak sah.

Pemindahan tempat sai yang dalam teks Alquran disebutkan dengan jelas bahwa tempat sai di antara Bukit Shafa dan Marwah, katanya, akan memunculkan keresahan umat Islam. Karena, sai sebagai salah satu rukun haji tidak akan berada pada tempat sebagaimana yang telah ditetapkan aturan Islam. Begitu pun dengan mabit di Mina dan lainnya. ”Terhadap permasalahan tersebut, para ulama dan juga ormas keagamaan Islam, seperti NU, Muhammadiyah, dan lainnya, harus segera merumuskan kebijakan dan sikap yang pasti,” kata Mahfudz.

Karena itu, menurut dia, para ulama perlu segera melakukan kajian mendalam mengenai aturan-aturan pelaksanaan ibadah haji berdasarkan Alquran dan sunah Nabi Muhammad untuk membuat konsensus (ijmak), guna menetapkan hukum sah atau tidaknya pelaksanaan ibadah haji yang sebagian tempatnya sudah diubah oleh Pemerintah Arab Saudi.

Konsensus ulama, kata dia, diharapkan menghindarkan umat Islam dari kecemasan dan keraguan berkepanjangan. Apabila hasil ijmak para ulama menetapkan perubahan sebagian tempat pelaksanaan ibadah haji menyebabkan batalnya keabsahan haji, Pemerintah Indonesia berkewajiban mengajak pemerintah negara-negara Islam di dunia untuk mendesak Kerajaan Arab Saudi agar mengembalikan tempat-tempat pelaksanaan ibadah haji pada asalnya.

Namun, katanya, apabila hasil ijmak para ulama menetapkan perubahan sebagian tempat pelaksanaan ibadah haji tersebut tidak memengaruhi keabsahan haji, perlu dilakukan sosialisasi kepada umat Islam secara luas.

Sebagai wujud tanggung jawab kepada umat Islam, Mahfudz Ridwan mengundang kiai-kiai dan para pengelola kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) se-Jawa Tengah dalam kegiatan muhadharoh (semacam seminar) untuk membahas permasalahan tersebut pada 15 April 2008 di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan, Kabupaten Semarang.

”Saya juga berharap Kakanwil Depag Jateng dapat menghadiri kegiatan ini, dengan harapan nantinya dapat menyampaikan hasil pembahasan permasalahan tersebut kepada Pemerintah RI melalui Departemen Agama,” kata Mahfudz lagi. ant/tid

Senin, 14 April 2008 http://www.republika.co.id

Comments (2) »

Peringatan Maulid Nabi SAW

Ketika kita membaca kalimat diatas maka didalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah). Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yg membuat mereka gembira, apakah keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta, mabuk mabukan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan lainnya, demikian adat istiadat diseluruh dunia. Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya
* Firman Allah : “(Isa berkata dari dalam perut ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS Maryam 33)
* Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS Maryam 15)
* Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala shahihain hadits no.4177)
* Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yg menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan diatas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
* Ketika Rasul saw lahir kemuka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
* Riwayat shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yg terang benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
* Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yg 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)

Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di Alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi nabi sebelumnya.

Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits no.1162). dari hadits ini sebagian saudara2 kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dg puasa. Rasul saw jelas jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda dihadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh boleh saja..”, namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 januari adalah hari yg berbeda dari hari hari lainnya bagi amir?, dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yg perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dg hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut nyebut bahwa 1 januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yg lebih luas dari sekedar pertanyaannya, sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yg berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dg puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa dihari itu. Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala shahihain hadits no.5417)

Kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi’bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yg lalu ditegur oleh Umar ra, lalu Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini dihadapan orang yg lebih mulia dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dg doa : wahai Allah bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (shahih Bukhari hadits no.3040, Shahih Muslim hadits no.2485)

Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana beberapa hadits shahih yg menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa yg dilarang adalah syair syair yg membawa pada Ghaflah, pada keduniawian, namun syair syair yg memuji Allah dan Rasul Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk hassan bin tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair syairnya (Mustadrak ala shahihain hadits no.6058, sunan Attirmidzi hadits no.2846) oleh Aisyah ra bahwa ketika ada beberapa sahabat yg mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata : “Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw”(Musnad Abu Ya’la Juz 8 hal 337).

Pendapat Para Imam dan Muhaddits atas perayaan Maulid
1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yg sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yg berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari ditenggelamkannya Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yg diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dg pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yg melebihi kebangkitan Nabi ini?, telah berfirman Allah swt “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS Al Imran 164)

2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber akikah untuk dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis no.1832 dg sanad shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300), dan telah diriwayatkan bahwa telah ber Akikah untuknya kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah tak mungkin diperbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yg kedua atas dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yg telah membangkitkan beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah utk ummatnya, maka sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan mengumpulkan teman teman dan saudara saudara, menjamu dg makanan makanan dan yg serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama : “Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.

3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yg mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yg diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dg kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi (saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (shahih Bukhari). maka apabila Abu Lahab Kafir yg Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dg muslim ummat Muhammad saw yg gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy : Serupa dg ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
berkata “tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pd malamnya dg berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yg sangat besar”.

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata : “ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan kelahiran nabi saw”

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
dengan karangan maulidnya yg terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dg tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yg membacanya serta merayakannya”.

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: “Maka Allah akan menurukan rahmat Nya kpd orang yg menjadikan hari kelahiran Nabi saw sebagai hari besar”.

10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yg terkenal dg Ibn Dihyah alkalbi dg karangan maulidnya yg bernama “Attanwir fi maulid basyir an nadzir”

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri dg maulidnya “urfu at ta’rif bi maulid assyarif”

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir yg karangan kitab maulidnya dikenal dg nama : “maulid ibn katsir”

13. Imam Al Hafidh Al ‘Iraqy dg maulidnya “maurid al hana fi maulid assana”

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.

15. Imam assyakhawiy dg maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi dg maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy yg terkenal dg ibn diba’ dg maulidnya addiba’i

18. Imam ibn hajar al haitsami dg maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri mengarang hasiah atas maulid ibn hajar dg nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari’ dg maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji dg maulidnya yg terkenal maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani dg maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy dg maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy dg maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy dg maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”

27. Syihabuddin Al Halwani dg maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati dg maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy dg maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi dg maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.
Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yg menentang dan melarang hal ini, mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yg menentang maulid sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yg jelas jelas meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.

Berdiri saat Mahal Qiyam dalam pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yg dianjurkan oleh Rasul saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika sa’ad bin Mu’adz ra datang maka Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (shahih Bukhari hadits no.2878, Shahih Muslim hadits no.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk Ka’b bin Malik ra.

Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yg dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya, juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yg adil dan yg semacamnya merupakan hal yg baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yg dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yg duduk, dan Imam Nawawi yg berpendapat bila berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula pendapat lain yg melarang berdiri untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala shahih muslim juz 12 hal 93)

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid itu tak ada hubungan apa apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yg tak bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat mengenai berdiri penghormatan yg Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri untuk memuliakan beliau saw.

Jauh berbeda bila kita yg berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat beliau saw.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam Imam besar dizamannya dalam perkumpulan yg padanya dibacakan puji pujian untuk nabi saw, lalu diantara syair syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy dan seluruh Imam imam yg hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukan yg luhur dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan, dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi kesepakatan para imam bahwa itu merupakan hal yg sunnah, (berlandaskan hadist shahih muslim no.1017 yg terncantum pd Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu Bid’ah hasanah, Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia dan membawa keberkahan bagi mereka yg mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal 137)

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa “Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yg menjadi penyebab kewajiban dengannya maka hukumnya wajib. contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan shalat yg wajib .

contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong, maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh siwak yg hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah merupakan hal yg wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak perduli dg Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tablig ini adalah dengan perayaan Maulid Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tablig dan Dakwah serta pengenalan sejarah sang Nabi saw serta silaturahmi.

Sebagaimana penulisan Alqur’an yg merupakan hal yg tak perlu dizaman nabi saw, namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yg membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para sahabat yg wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.

Hal semacam in telah difahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin yg awam, namun hanya sebagian saudara saudara kita muslimin yg masih bersikeras untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.

Walillahittaufiq

Kontributor: Al Habib Munzir Almusawa,  Friday, 28 March 2008

 http://www.majelisrasulullah.org/

Comments (4) »

Ceramah Alm. KH. Ali Maksum

 

Rasa mahabbah terhadap Rasulullah SAW. adalah masalah yang sangat prinsipil. Mengapa begitu? Ya, karena iman kita tidak akan ada artinya bila belum menempatkan Rasullulah SAW. sebagai orang yang paling dicintai dan disayangi. Sebab Rasulullah adalah penunjuk ke jalan yang benar dan penegak keadilan. Tanpa terutusnya beliau kita akan sesat dan tidak akan bisa selamat.

Karena teramat prinsipilnya rasa mahabbah tersebut, maka wajarlah bila orang yang memilikinya akan mendapat kemulyaan di sisi Allah SWT. Pernah suatu saat ada seorang Badui datang dari dusun pedalaman dengan pakaian yang compang-camping, kancing baju terlepas, rambut tanpa terjamah sisir, dan kaki bertelanjang tanpa alas. Di hadapan Rasullulah SAW ia bertanya, “Muhammad, kapan kiamat? Kapan terjadi kiamat?”. Nabi tertegun dibuatnya, ada orang kok menanyakan datangnya kiamat.Lalu Rasulullah SAW bertanya, “Lho, anda datang tanya kiamat, apakah anda telah siap dengan amal yang banyak?”. Lelaki Badui itu menjawab, ” Ya Rasulullah, saya ini orang dusun yang mengenal Islam belum lama, shalat belum sempurna, puasa belum sempurna, shadaqah-zakat belum, apalagi haji, karena saya orang melarat. Namun begini Rasul, saya cuma bermodalkan satu, yaitu saya senantiasa berangan-angan, melamun, kapan saya dapat bertemu Muhammad Rasullulah. Jadi cuma rasa mahabbah kepada engkau wahai Rasul.” Rasulullah kemudian menyahut,”Engkau akan bersama orang yang engkau cintai”.

Rasa mahabbah kepada Rasulullah merupakan salah satu syafa’at nyata. Tak ada kecualinya bagi Abu Lahab, dia adalah orang kafir yang sangat memusuhi Rasulullah, sehingga disebut, diolok-olok dan dicaci maki namanya dalam Al-Qur’an yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia sebagai ibadah yang besar sekali pahalanya. Namun dengan hanya sedikit bukti rasa mahabbah dan gembira atas kelahiran Rasullulah, yaitu waktu mendengar Rasulullah lahir, dia gembira dan berjingkrak-jingkrak, sampai-sampai Ummu ‘Aiman yang membawa berita kelahiran mendapat anugerah dimerdekakan. Hanya karena sedikit rasa mahabbah itulah, Abu Lahab dikeluarkan dari siksa neraka pada setiap hari Senin, hari kelahiran Rasul SAW, semacam liburan dari siksa.
Cukupkah orang yang mengaku cinta, apalagi cinta kepada Rasul hanya mengatakan, “AKU CINTA PADAMU”.
Tidak, tidak cukup!
Akan tetapi harus disertai bukti yang nyata. Harus ada alasan yang rasional dan ma’qul. Seperti seorang shufiyah Rabi’ah Al-Adawiyah, saking cintanya kepada Allah SWT, sampai ia bersyair :
Aku cintai Engkau dengan dua cinta
Cinta asmara dan cinta memang Engkau selayaknya dicintai
Adapun cinta asmara, aku senantiasa mengingat-Mu dan melupakan selain Kau
Adapun cinta yang memang Engkau selayaknya dicintai,
Kau telah membuka tabir diriku, sehingga aku tahu siapa Engkau
Tiada pantas puji untukku dalam ini dan itu,
Tapi puji adalah untuk-Mu dalam segal-galanya

Jadi Rabi’ah Al-Adawiyah mencintai Allah SWT dengan dua macam cinta. Pertama : yang irasional, yaitu dorongan asmara yang biasanya diwujudkan dalam lamunan, khayal dan impian. Kedua : yang rasional, yaitu melihat dengan rasa kagum terhadap sifat-Nya, sehingga dengan cinta inilah, Rabi’ah patuh dan taat terhadap segala perintah dan larangan-Nya.

Begitu juga halnya dalam mencintai terhadap Rasulullah SAW, dengan dua macam cinta. Pertama karena dorongan asmara. Manifestasi dari rasa cinta ini dapat terwujud antara lain : kita senantiasa mengingatnya, yaitu dengan memperbanyak membaca sholawat dan mengamalkan apa yang tertera dalam qasidah Barzanji, Diba’iy. Jadi orang yang paling kikir bagi Rasulullah adalah orang yang paling enggan membaca sholawat, apalagi sampai antipati terhadap sholawat.

Berbicara tentang cinta itu memang asyik. Karena hanya satu patah kata, yaitu CINTA, maka jarak jauh bisa menjadi dekat, gunung dapat meletus dan bumi bisa dilipat. Dikatakan bahwa orang itu akan selalu taaat kepada siapa yang ia cintai Bahkan saking cintanya dia dalam taat sampai kehilangan kontrol diri. Bagaimana tidak, misalnya seorang pemuda yang karena mencintai gadis, maka apa pun ia lakukan untuk dapat bertemu dan mendapatkannya. Hujan tidak jadi soal, petir yang menyambar-nyambar tidak terdengar, gelap gulita bukan rintangan, bahkan sakit bisa menjadi sembuh seketika. Lapar dan haus tidak terasa. Yah, memang cinta itu segala-galanya. Orang sudah sering bilang : Love is blind! (cinta itu buta-red). Karena cinta maka sentuhan jadi nikmat dan ludah terasa buah.

Ada cerita, seorang pemuda mendapat surat dari kekasihnya, belum lagi surat itu dibuka, perangko dilepas lalu ditelan. Dalam membalas surat itu, dinyatakan bahwa perangkonya telah ia telan. Justru ia menelannya karena berkeyakinan bahwa waktu menempelkan dulu memakai ludah kekasihnya. Jadi hitung-hitung menelan ludah kekasihnya walaupun sudah kering. Selanjutnya dalam surat balasan kekasihnya, dinmyatakan terima kasih atas kemurnian cintanya. Tapi ma’af, bahwa yang menempelkan perangko dulu bukan dia sendiri, akan tetapi tukang becak sebelah rumah yang disuruh untuk mengeposkan. Karuan saja pemuda tadi nyengir kecut.

kekasihnya, belum lagi surat itu dibuka, perangko dilepas lalu ditelan. Dalam membalas surat itu, dinyatakan bahwa perangkonya telah ia telan. Justru ia menelannya karena berkeyakinan bahwa waktu menempelkan dulu memakai ludah kekasihnya. Jadi hitung-hitung menelan ludah kekasihnya walaupun sudah kering. Selanjutnya dalam surat balasan kekasihnya, dinmyatakan terima kasih atas kemurnian cintanya. Tapi ma’af, bahwa yang menempelkan perangko dulu bukan dia sendiri, akan tetapi tukang becak sebelah rumah yang disuruh untuk mengeposkan. Karuan saja pemuda tadi nyengir kecut.

Nah, mestinya tingkat cinta seperti itu dapat kita terapkan dalm mencintai Nabi SAW. Kita harus taat penuh dan selalu teringat kepada beliau, juga sering menyebut-nyebut nama beliau. Bahkan sahabat Bilal pernah diperintah membuang kencing Nabi, tetapi setelah dibawa pergi ternyata diminum , bukan dibuang. Ketika ditanya, Bilal menjawab bahwa perbuatan itu dilakukan karena cintanya kepada Nabi SAW.

Diantara perwujudan dari cinta, ia senantiasa mengimpi-impikan untuk bertemu dalam impian. Maka dalam cinta kepada Nabi SAW juga harus begitu, apabila kita bertemu dengan Nabi SAW, maka itulah rupa Nabi Muhammad yang sebenarnya. Beliau pernah bersabda yang artinya, “Barang siapa mimpi bertemu aku, maka sungguh ia telah tahu kenyataan (itulah saya yang sebenarnya), karena syetan tidak dapat menyerupai saya.” Dan orang yang mimpi bertemu Rasulullah SAW itu sebagai tanda alamat bahwa Insya Allah termasuk ahlul jannah , sebab Rasulullah pernah bersabda yang artinya : “Barang siapa bermimpi ketemu aku dalam tidurnya, maka akan bertemu aku di sorga.”
Maka kesimpulan dari rasa mahabbah terhadap Rasulullah itu mengandung beberapa keuntungan, diantaranya :
1. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka akan membuat kita ringan dalam menjalankan segala apa yang dikatakan beliau.
2. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka kita pasti dapat mimpi bertemu Rasulullah SAW.

Yang perlu menjadi catatan bagi generasi muda, generasi penerus adalah bagaimana perjuangan Rasulullah. Bagaimana prinsip dalam berjuang yang memang dituntut untuk menirunya. Mengapa Rasulullah seorang anak yatim, penggembala kambing, seorang diri dapat sukses dengan gemilang dalam perjuangan, dapat merubah dunia tradisional jahiliyah menjadi negara modern (bentuk negara yang baik), dapat merubah masyarakat animisme menjadi masyarakat religius, itu semua tidak lain adalah karena Rasulullah SAW senantiasa berjalan di atas rel-rel yang telah digariskan oleh Allah SWT.
yang telah digariskan oleh Allah SWT.

Dalam beberapa ayat dari S. Al-Mudatsir : 1-7, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk berjuang pun dibarengi lima pedoman yang senantiasa harus dipegangi dalam berjuang, yaitu : takbirullah (mengagungkan Allah), membersihkan pakaian, menjauhi perbuatan dosa, menjauhi pamrih dan sabar.

Pertama : takbirullah senantiasa terpateri perasaan keagungan Allah SWT, takut terhadap Allah. Orang yang senantiasa mempunyai rasa takbirullah ia akan mempunyai idealisme yang kuat, pendirian yang kokoh. Tak akan rontok oleh hempasan ombak dan tiupan badai. Seribu tantangan kunjung datang, ia tak akan mundur dan tak gentar. Seribu rayuan datang, ia tak akan terbujuk.

Rasulullah adalah kekasih Tuhan, namun ternyata tidak habis-habisnya dalam derita dan coba. Apakah beliau lantas mundur dan menyesal dengan berkata : “Wahai Tuhan, aku adalah kekasih-Mu, mengapa senantiasa dalam derita?”. Tidak, tidak begitu. Ternyata Rasulullah SAW mempunyai idealisme yang kuat dan kokoh, yang tidak goyah akan hempasan ombak, sampai-sampai orang-orang kafir kewalahan, bingung dan pusing menghadapi beliau. Yang akhirnya setelah tidak mempan dengan kekerasan, mereka memakai tehnik politis, yakni mengajak toleransi. Mereka berkata, “Hai Muhammad, kita akan menyembah apa yang kamu sembah, dan engkau menyembah apa yang kami sembah. Kita bersekutu dalam suatu perkara, apabila yang engkau sembah lebih baik, sungguh kami telah mengambil bagian dari padanya. Dan apabila yang kami sembah lebih baik, sungguh engkau telah mengambil bagian dari padanya.”

Manis bujukannya, dan taktis juga. Namun politik orang kafir yang cukup diplomatis, yang mereka sangka sangat jitu dan manjur itu dapat dipatahkan dengan tegas oleh Allah dalam firman-Nya S. Al-Kafirun : 1-6.

Contoh lain adalah Imam Syafi’i, Hanbali, Hanafi dan Maliki. Babaskah beliau dari derita-derita? Tidak. Sebab ternyata dalam mempertahankan idealismenya, Imam Syafi’i pernah disiksa dengan diborgol di belakang onta berjalan dari Yaman sampai Baghdad. Imam Hanbali dicambuk oleh algojo khalifah sampai celana beliau akan lepas. Imam Hanafi dipenjara dan dicambuki seratus sepuluh kali, akhirnya disuruh minum racun dengan paksa.

Kedua : suci dari noda-noda bathiniyah dan dlahiriyah. Dalam ini Sayid Qutub menafsirkan dengan thaharatul qalb wal khuluq wal ‘amal. Seorang pejuang hati, akhlaq dan amalnya harus bersih. Ia tidak ambisi, tidak ada rasa sentimen, maupun dendam. Dia bukan seorang hipokrit ataupun munafik. Apa yang terlihat di luar itulah yang ada di dalam.

Ketiga : Menjauhkan diri dari maksiat Rasulullah terhindar dari maksiat. Beliau selalu memberikan contoh dalam perbuatan baik.

Keempat : Jauh dari pamrih .Dengan berjuang hanya karena mencari ridla Allah SWT, bukan karena ingin mendapat pengaruh, mencari fasilitas, mencari keuntungan pribadi dan juga bukan hal-hal yang lain.

Sewaktu orang kafir telah bosan dengan mengintimidasi Rasul, mereka pun membujuk dengan pangkat, harta dan wanita, tetapi tetap tidak goyah. Pada waktu itu banyak nian orang yang masuk Islam hanya ingin mencari kedudukan, karena Islam menang. Ada juga orang yang takut terhadap Islam, karena khawatir pangkatnya lepas. Dia adalah macam manusia serigala, tetapi setelah dikasih harta mereka diam. Ia luntur. Lain halnya dengan Nabi SAW, beliau adalah laksana mutiara, di mana pun akan tetap menyala.

Mereka juga membuat masjid-masjid yang indah, tetapi hanya ingin memikat orang-orang Islam. Orang-orang yang masuk ke sana bukannya dididik baik, tetapi dijadikan jangkrik, maksudnya setelah ia dipelihara, ia disuruh tarung beradu sesame jangkrik. Kalau menang majikannya yang beruntung, dan jangkrik menjadi korban.

Kelima : Sabar, tahan uji Berapa kali Nabi SAW disakiti, namun toh tetap sabar dan akhirnya menang. Nabi menyadari bahwa perjuangan tidak akan sekaligus membawa kemenangan dan keadilan tak akan sekaligus berhasil, akan tetapi memerlukan kesabaran dan keuletan.

Dalam Al-Qur’an , ayat-ayat yang mengandung ajaran sabar itu ada 70 ayat. Justru karena sabar adalah satu-satunya senjata untuk suksesnya dakwah, dan amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana tersebut dalam S. Al-Ashr setelah ayat watawashau bil haqqi dengan amar ma’ruf nahi munkar, lalu diakhiri dengan watawashau bis shobri semakin menunjukkan satu-satunya syarat amar ma’ruf nahi munkar harus dengan sabar.

Maka pemudalah sebagai penerus yang akan menjadi rijalul mustaqbal, pemimpin di hari-hari depan ini harus dihayati benar-benar untuk mempersiapkan dirinya. Pemuda harus mempunyai cita-cita yang tinggi, penuh ide-ide, dan menyerap banyak ilmu.

Pemuda harus memahami masa kini, memahami keberhasilan tokoh-tokoh dahulu, sebab-sebab kegagalan dan kekurangan mereka. Apa dan mengapa? Demikianlah kalau memang si pemuda ingin menjadi rijalul mustaqbal yang benar-benar tangguh. Jangan rijal yang tanggung-tanggung. Tangguh itu tabah, tidak goyah karena cobaan-cobaan dan tidak berpindah perjalanan yang tidak semestinya, karena di sana ada harapan-harapan. Jadi pemuda harus mempunyai keyakinan yang mantap, dan segera membentuk dirinya kepribadian yang tetap. (fahmi)

Pada Pengajian Maulid Nabi PP. Darul Rahman Jakarta Selatan (15 Robiul Akhir 1408 H./6 Desember 1987 M.)

http://www.krapyak.org ©2002. All Right Reserved

Leave a comment »

Maulid Nabi Muhammad SAW di Kramat Empang & Khaul Habib Abdullah bin Mukhsin Alatas

  • Presiden Imbau Umat Islam Indonesia Meneladani Rasulullah

BOGOR–Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau semua umat Islam di seluruh Indonesia dan para pemimpin untuk meneladani semua tindakan Rasulullah Muhammad SAW. Imbauan itu disampaikannya dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Majlis Ta’lim An Nur, Kramat Empang, Bogor, dan Khaul Habib Abdullah bin Mukhsin Alatas di Bogor, Jawa Barat, Selasa (01/4) malam.’Rasulullah itu pemimpin terbesar. Belum ada bandingannya yang sebesar Rasulullah. Karena itu, saya imbau semua umat Islam dan para pemimpin untuk meneladaninya,” kata Presiden di hadapan ribuan warga di sekitar majlis ta’lim tertua di Kota Bogor itu. Dia menyampaikan, Nabi adalah pemimpin yang amanah, tabligh, dan fathonah. Perilaku Nabi, kata Presiden, sungguh mulia dan meneduhkan umat. Ketika menghadapi tantangan berat, Rasulullah tetap sabar, tawakal, tegar, terus bersyukur, dan berikhtiar. Di samping itu, sambungnya, Rasulullah melakukan perubahan dengan semangat dari kegelapan menjadi terang. Nabi juga tak melancarkan perang, tapi hanya di jalan Allah. Dan, tujuan yang ingin dicapainya pun bisa diraih. ”Pelajaran bagi kita, ketika dunia menghadapi banyak ujian seperti sekarang, kita semua harus tegar dan tak boleh menyerah, berikhtiar, bersatu, dan tak saling menyalahkan,” sambungnya.

Presiden meminta agar semua pihak dimulai dari dirinya hingga wali kota bekerja keras. Dia juga mengharapkan dukungan dan nasihat dari para ulama untuk mengatasi persoalan ini. ”Tak ada persoalan yang sulit, kita menghendaki dengan memohonkan doa. Umat tak akan mengubah nasib suatu kaum bila tak melakukan perubahan. Dengan ridha Allah, persoalan itu satu per satu dapat kita atasi.”

Pihaknya juga mengingatkan, di negeri ini masih banyak rakyat yang miskin dan masih perlu bantuan. ”Saya mengajak yang memiliki kemampuan lebih agar membantu mereka yang membutuhkan. Bila ini dilakukan, sungguh indah dunia ini. Marilah bersama rapatkan barisan, bangun negeri, majukan kesehatan, pendidikan, atasi masalah keamanan, dan lain-lain.”

Jika ada perbedaan yang terjadi di antara semua, Presiden mengajak semua pihak untuk menyelesaikannya secara damai. Kalau jalan kekerasan yang ditempuh, lanjutnya, akan terjadi gangguan keamanan dan sosial. ”Kalau begitu, kita tak bisa membangun dan tak bisa tingkatkan kesejahteraan. Contohlah teladan Rasulullah dalam mengatasi berbagai masalah berat,” imbuhnya. wed

Kamis, 03 April 2008

http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=328910&kat_id=6

Leave a comment »

Sifat-sifat Nabi Muhammad saw

Telah dikeluarkan oleh Ya’kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu dia memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata: Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terlalu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila beliau marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila beliau berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan dia lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang dia memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.

Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!
Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.

Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa dia menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila dia melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga dia dapat membela kerananya. Dia tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila dia merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila dia marah dia terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila dia gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila dia ketawa, dia ketawa seperti embun yang dingin.

Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar beliau dan masuk beliau, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila dia berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta’ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain. Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, dia selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka dia akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: “Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat”, tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja. Dia tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.

Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Dia selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Dia senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang dia mengingatkan orang ramai, tetapi dia senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Dia selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan. Dia senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan dia berzikir kepada Allah SWT Dia tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila dia sampai kepada sesuatu tempat, di situlah dia duduk sehingga selesai majelis itu dan dia menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, dia terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali. Dia tidak pemah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Dia dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran , tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Dia tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Dia tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala. Apabila dia berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila dia berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Dia tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan dia merasa takjub bila mereka merasa takjub. Dia selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi dia tetap menyabarkan mereka dengan berkata: “Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!”. Dia juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, dia tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Dia tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah dia berbicara, atau dia menjauh dari tempat itu.

Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Dia meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.

(Nukilan Thabarani – Majma’uz-Zawa’id 8:275)

http://www.go.to/sahabatnabi

Comments (1) »